Minggu, 05 April 2015




LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM DASAR-DASAR MIKROBIOLOGI AKUATIK

UJI RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK





Sofiatul Rahmani
05051181419058







PROGRAM STUDI AKUAKULTUR DAN     
  TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVESITAS SRIWIJAYA
2015



BAB1
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
               Uji resistensi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kepekaan bakteri terhadap suatu antibiotic.  Antibiotik dibuat sebagai obat derivat yang berasal dari makhluk hidup atau mikroorganisme, yang dapat mencegah pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain. Antibiotik diperoleh dari hasil isolasi senyawa kimia tertentu yang berasal dari mikroorganisme seperti jamur, actinomycetes, bakteri
(Bachtiar, 2013).
                 Antibiotik merupakan substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, fungi, atau aktinomiset) yang mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh  mikroba lain.selain itu antibiotik mampu menghentikan proses biokimia di dalam proses infeksi bakter. Anibiotik memiliki kinerja sebagai bakterisidal (membunuh bakteri secara langsung) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Beberapa cara kerja antibiotik terhadap bakteri yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma, menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat metabolisme esensial. Antibiotik yang mengambat sintesis protein adalah streptomisin, kloramfenikol,eritromisin,dan tetrasiklin (Noersitti, 2009).
Cara pengujian resistensi mikroba terhadap suatu jenis antibiotik dapat dilakukan dengan uji resistensi. Teknik ini menggunakan zat kimia untuk mengurangi dan membunuh mikroorganisme, terutama mikroba yang patogen. Metode yang biasa dipakai adalah metode Metode Kirby-Bauer yang merupakan cara untuk menentukan sensitifitas antibiotik untuk bakteri. Sensitifitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya (Bachtiar, 2013).

2.1.  Tujuan
          Untuk mengetahui tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Uji Resistensi
              Uji resistensi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kepekaan bakteri terhadap suatu antibiotik. Antibiotik dibuat sebagai obat derivat yang berasal dari makhluk hidup atau mikroorganisme, yang dapat mencegah pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain. Antibiotik diperoleh dari hasil isolasi senyawa kimia tertentu yang berasal dari mikroorganisme seperti jamur, actinomycetes, bakteri
(Bachtiar, 2013).
                 Resistensi antibiotika ialah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk menahan efek antibiotika. Resistensi antibiotika terjadi ketika bakteri dapat merubah diri sedemikian rupa hingga dapat mengurangi efektifitas dari suatu obat, bahan kimia ataupun zat lain yang sebelumnya dimaksudkan untuk menyembuhkan atau mencegah penyakit infeksi sehingga mengakibatkan bakeri tersebut tetap dapat bertahan hidup. Bakteri dapat membentuk ketahanan khusus terhadap suatu jenis antibiotika tertentu, sehingga membahayakan orang yang terkena penyakit tersebut. Kesalahpahaman yang sering terjadi di masyarakat yaitu adanya anggapan bahwa yang resisten terhadap obat tertentu ialah tubuh seseorang, padahal sebenarnya bakteri yang ada di dalam tubuh itulah yang menjadi resisten terhadap pengobatan, bukan tubuhnya
(Siti, 2012).
Kegiatan antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru di kembangkan dan di pergunakan dalam terapi di tahun 1941 olej dr. Florey (Oxford). Dan kemudian banyak zat-zat lain dengan khasit antbiotik diisolir oleh penyelidik di seluruh dunia. Akan tetapi, tidak semua makhluk hidup dapat dijadikan antibiotik, karena antibiotik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (Siti, 2012).
1.      Harus mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme patogen spesifik. Makin besar jumlah dan macammikroorganisme yang dipengaruhi makin baik.
2.      Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten terhadap parasit
3.      Tidak menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki pada inang seperti reaksi alergis, kerusakan pada saraf, iritasi pada ginjal.
4.      Tidak melenyapkan flora mikroba normal pada inang
5.       memiliki taraf kelarutan yang tinggi dalam zat alir tubuh.
6.      konsentrasi antibiotik di dalam jaringan atau darah harus dapat mencapai taraf cukup tinggi sehingga mampu menghambat atau mematikan penyebab infeksi.
Sensitifitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada metode Kirby-Bauer adalah:
1.   Ketebalan media agar
Dapat mempengaruhi penyebaran dan difusi antibiotik yang digunakan.
2.   Umur bakteri
Bakteri yang berumur tua (fase stationer) tidak efektif untuk diuji karena mendekati kematian dan tidak terjadi pertumbuhan lagi sehingga yang dipakai bekteri berumur sedang (fase eksponential) karena aktivitas metabolitnya tinggi, pertumbuhan cepat sehingga lebih peka terhadapa daya kerja obat dan hasilnya lebih akurat.
3.   Waktu inkubasi
Waktu yang cukup supaya bakteri dapat berkembang biak dengan optimal dan cepat. Waktunya minimal 16 jam.
4.   pH, temperature
Bakteri memiliki pH dan temperature optimal untuk tumbuh yang berbeda-beda sehingga sebaiknya dilakukan saat pH dan temperature yang optimal.
5.   Konsentrasi antibiotik
Semakin besar konsentrasinya semakin besar diameter hambatannya..
6.     Jenis antibiotik
   setiap bakteri memiliki respon yang berbeda-beda terhadap antibiotiknya, tergantung sifat antibiotik tersebut (berspektrum luas/berspektrum sempit).

2.2.  Metode Uji Resistensi
            Kegunaan uji resistensi adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan  yang efektif dan efesien. Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini: (Waluyo, 2008).

2.2.1.  Metode difusi
               Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer) untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba permukaan media agar (Waluyo, 2008).

2.1.2.   E-test
              Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghabat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Noersitti, 2009).

2.2.3.  Ditch-plate technique
              Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji ( maksimum 6 macam ) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba (Noersitti, 2009).



 2.2.4.  Cup-plate technique
              Metode ini serupa dengan mitode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Waluyo, 2008).

2.2.5.  Gradient-plate technique
              Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoretis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dihitung diatasnya (Waluyo, 2008).

2.3    Antibiotik
            Antibiotik merupakan substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, fungi, atau aktinomiset) yang mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh  mikroba lain.selain itu antibiotik mampu menghentikan proses biokimia di dalam proses infeksi bakteri (Lim 1998). Anibiotik memiliki kinerja sebagai bakterisidal (membunuh bakteri secara langsung) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Beberapa cara kerja antibiotik terhadap bakteri yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma, menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat metabolisme esensial. Antibiotik yang mengambat sintesis protein adalah streptomisin, kloramfenikol,eritromisin,dan tetrasiklin (Anistia, 2009),
Antibiotik merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain. Tiap-tiap antibiotik memiliki efektivitas yang berbeda-beda terhadap mikroorganisme (bakteri). Beberapa antibiotik dapat bekerja dengan baik pada bakteri gram negatif dan beberapa antibiotik lainnya ada yang lebih efektif pada bakteri gram positif (Entjang, 2003).
              Antibiotik umumnya terbuat dari kapang, seperti penisilin yang berasal dari Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum. Penggunaan antibiotic secara berlebih menyebabkan bakteri tertentu tahan atau resisten. Resistensi tersebut dapat disebabkan oleh suatu faktor yang sudah ada pada mikroorganisme itu sebelumnya atau mungkin juga faktor itu diperoleh kemudian. Sebagai contoh, resistensi terhadap penisilin pada suatu organisme dapat disebabkan oleh produksi penisilinase, suatu enzim yang menginaktifkan penisilin. Resistensi yang diperoleh ini pun disebabkan oleh galur-galur mikroorganisme yang secara genetis telah teradaptasi (Entjang, 2003).
                Pengertian dari antibiotika pada awalnya merujuk pada senyawa yang dihasilkan oleh jamur atau mikroorganisme yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit pada hewan & manusia. Saat ini beberapa jenis antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak dihasilkan dari mikororganisme) tetapi juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Secara teknis, zat yang dapat membunuh bakteri baik berupa senyawa sintetis atau alami disebut dengan zat antimikroba, akan tetapi banyak orang yang menyebutnya dengan antibiotika. Antibiotika mempunyai manfaat yang sangat banyak, penggunaan antibiotika secara berlebihan juga dapat memicu terjadinya resistensi antibiotika (Entjang, 2003).

2.4. Jenis Antibiotik
2.4.1.  Amoxicillin
            Amoxicillin itu adalah nama dagang dari obat antibiotik golongan penisilin sub golongan amoksisilin, yaitu amoksisilin trihidrat. Obat golongan ini bekerja sebagai broad-spectrum (bisa untuk membunuh bakteri gram positif dan negatif), seperti salmonella, shigella dan lainnya (ananda bisa baca di buku mikrobiologi tentang jenis-jenis bakteri) (Anistia, 2009).
               Amoxicillin termasuk obat generik, perlu kita ketahui bersama bahwa obat itu bermacam-macam dan secara garis besar ada tiga golongan. Ada obat generik, obat bermerek, dan obat paten. Obat generik adalah obat yang sesuai dengan zat berkhasiat. Jadi kalau zat khasiatnya itu amoxicilin, maka di generik dijual dengan nama amoxicilin. Kalau bermerek, tergantung dari nama yang diberikan oleh produsen. Amoxicillin adalah antibiotika yang termasuk ke dalam golongan penisilin. Obat lain yang termasuk ke dalam golongan ini antara lain Ampicillin, Piperacillin, Ticarcillin, dan lain lain. Karena berada dalam satu golongan maka semua obat tersebut mempunyai mekanisme kerja yang mirip. Obat ini tidak membunuh bakteri secara langsung tetapi dengan cara mencegah bakteri membentuk semacam lapisan yang melekat disekujur tubuhnya. Lapisan ini bagi bakteri berfungsi sangat vital yaitu untuk melindungi bakteri dari perubahan lingkungan dan menjaga agar tubuh bakteri tidak tercerai berai. Bakteri tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya lapisan ini. Amoxicillin sangat efektif untuk beberapa bakteri seperti H. influenzae, N. gonorrhoea, E. coli, Pneumococci, Streptococci, dan beberapa strain dari Staphylococci        (Anistia, 2009).
              Sesuai dengan mekanisme kerja diatas maka Amoxicillin seharusnya memang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kuman-kuman yang sensitif terhadap Amoxicillin. Beberapa penyakit yang biasa diobati dengan Amoxicillin antara lain infeksi pada telinga tengah, radang tonsil, radang tenggorokan, radang pada laring, bronchitis, pneumonia, infeksi saluran kemih, dan infeksi pada kulit. Amoxicillin juga bisa digunakan untuk mengobati gonorrhea (Anistia, 2009).

2.4.2.  Tetracyclin
                Tetrasiklin umumnya bersifat bakteriostatik dan merupakan bakteri yang berspektrum luas. Antibioik ini memiliki mekanisme masuk ke dalam sel bakteri yang diperantai oleh transport protein. Tetrasiklin dapat melakukan pengikatan ke subunit 30s ribosom dengan menghambat amino asil-tRNA mRNA sehingga menghambat sintesis protein. Faktor penghambat penyerapan tetrasiklin adalah Makanan (kecuali dosisiklin dan minosiklin), pH tinggi, pembentukan kompleks dengan Ca+, Mg 2+, Fe2+, Al 3+ yang terdapat dalam susu dan antacid. Golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin diisolasi dari Streptomyces aureofaciens. Kemudian oksitetrasiklin berasal dari Streptomycesrimosus. Tetrasiklin dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman         (Iryanto, 2006).
               Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting. Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain (Iryanto, 2006).
Mekanisme Kerja Tetrasiklin
        Golongan Tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino ribosome complex, sehingga menghambat pembentukan sintesa protein dan bakteri tidak dapat berkembang biak.
Pada umumnya efek antimikroba golongan Tetrasiklin sama (sebab mekanisme kerjanya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi antibiotika Tetrasiklin. Spektrum Antibiotik Tetracyclines merupakan antibiotik spekturm luas. Tetracyclines juga efektif terhadap organisme lain selain bakteri. Tetracyclines bersifat bakteriostatik danmerupakan obat pilihan untuk infeksi yang disebabkan batang Gram (+) (corinebacteriumacnes), batang Gram (-) (H.influenza, V. cholera), enterobacteriaceae, chlamydia sp.,spirochaeta, mycoplasma pneumonia.C (Waluyo, 2008).
Resistensi
    Resistensi yang meluas terhadap tetracylines membatasi penggunaan kliniknya.Organisme yang resisten terhadap salah satu obat tetracyclines berarti resisten terhadap semua golongan tetracyclines. Sebagian besar staphylococci penghasil penicillin sesekarang tidak sensitif terhadap tetracyclines (Iryanto, 2006).

2.4.3.  Rifampicin
               Rifampisin adalah sebuah golongan antibiotik yang mempunyai spektrum luas.Rifampisin adalah antibiotik yang banyak dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Rifampisin juga efektif menghadapi infeksi Staphylococcus dan Neisseria meningitidis. Antibiotik ini merupakan bentuk pengobatan pertama untuk menanggulangi penyakit tuberkulosis dan lepra. Antibiotik yang dihasilkan dari Streptomyces mediterranei. Berkhasiat bakteriostatik terhadap mikobakterium tuberculosa dan lepra. Penderita dengan pengobatan rifampisin perlu diberitahu bahwa obat ini dapat menyebabkan warna merah pada urin, dahak, keringat dan air mata, juga pemakai lensa kontak dapat menjadi merah permanen               (Iryanto, 2006).
               Golongan antibiotik rifampisin pertama kali ditemukan pada akhir 1950-an, di dalam bakteri tanah Streptomyces medditerranei. Rifampisin termasuk dalam kelompok senyawa kimia yang bernama gugus ansa. Senyawa kimia golongan ini memiliki semacam sistem cincin aromatik yang bernama naphtokuinone. Cincin tersebut terhubung dengan rantai karbon alifatik (Iryanto, 2006).
Mekanisme Kerja
             Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis protein, terutama pada tahap transkripsi. Rifampisin menghalangi pelekatan enzim RNA polimerase dengan berikatan dengan sisi aktif enzim tersebut.  Rifampisin tidak melekat pada enzim RNA polimerase milik mamalia, oleh karena itu, antibiotik ini relatif tidak toksik terhadap mamalia (Waluyo, 2008)
Resistensi
            Resistensi terhadap rifampisin dapat terjadi ketika mutasi spontan pada bakteri membuat enzim RNA polimerase bakteri tersebut kehilangan afinitas terhadap antibiotik tersebut. Selain itu, resistensi terhadap rifampisin dapat dipengaruhi oleh keberadaan enzim yang me-nonaktifkan rifampisin dengan memindahkan molekul ADP-ribosil ke salah satu gugus hidroksil pada rantai karbon alifatik dalam antibiotik rifampisin.  Resistensi melalui enzim dapat tersebar melalui penyebaran horizontal (Waluyo, 2008).

2.5.  Karakteristik Bakteri
               Karakteristik Umum Bakteri sering dianggap sebagai bentuk kehidupan sederhana, bakteri membentuk berbagai kelompok organisme. Keragaman bakteri telah menyebabkan kelompok ini akan dibagi menjadi dua domain kehidupan, Eubacteria dan Archaea. Meskipun keragaman ini, bakteri membagi sejumlah karakteristik, terutama yang memiliki sel prokariotik. Selain itu, ada sejumlah ciri seperti komposisi dinding sel secara luas dibagi di antara Eubacteria dan archaeans, meskipun adanya beberapa bakteri tanpa karakteristik ini hampir di mana-mana menggarisbawahi keanekaragaman mereka (Iryanto, 2006).

2.5.1.  Bersel tunggal
              Mungkin ciri paling sederhana dari bakteri adalah keberadaan mereka sebagai organisme bersel tunggal. Sementara sebagian besar bakteri, archaeans dan Eubacteria sama, menghabiskan seluruh siklus hidup mikroskopis mereka sebagai sel tunggal independen, beberapa seperti dalam tanah myxobacteria akan membentuk tubuh berbuah multiseluler sebagai bagian dari siklus hidup mereka (Iryanto, 2006).

2.5.2.  Tidak ada Organel
             Sel eukariotik, seperti tanaman, hewan dan jamur, memiliki inti yang terikat membran yang compartmentalizes DNA sel dari sisa sel. Fungsi lain di dalam sel-sel ini juga diserap ke membran-terikat organel khusus, seperti mitokondria untuk respirasi sel dan kloroplas untuk fotosintesis. Bakteri  tidak memiliki nukleus dan organel kompleks dalam sel mereka. Ini bukan untuk mengatakan bahwa bakteri tidak memiliki organisasi internal, DNA mereka sering diasingkan ke wilayah sel bakteri yang dikenal sebagai nucleoid tersebut. Namun, penting untuk dicatat bahwa nucleoid tersebut tidak secara fisik dipisahkan dari seluruh sel dengan membrane (Noersitti, 2012).
2.5.3.  Plasma Membran
                 Meskipun membran plasma yang umum di seluruh sel hidup lainnya, membran ini bukan fitur bakteri. Tidak adanya organel internal yang pada akhirnya menurunkan banyak fungsi yang terjadi dalam sel-sel eukariotik terjadi pada membran plasma bakteri. Misalnya, infoldings khusus dari membran plasma memungkinkan bakteri fotosintetik untuk melakukan reaksi tergantung cahaya fotosintesis sehingga fotosintesis eukariota dilakukan pada selaput thykaloid dalam kloroplas                  (Noersitti, 2012).

2.5.4.  Dinding sel
             Sebuah dinding sel peptidoglikan adalah fitur umum di antara Eubacteria. Dinding sel ini menyelubungi sel bakteri, memberikan kekuatan dan mencegah pecah di lingkungan yang berubah. Salah satu pengujian yang mendasar dilakukan dalam mengidentifikasi bakteri adalah pewarnaan Gram, yang mengkategorikan sebagai Eubacteria Gram positif atau Gram negatif didasarkan pada kemampuan dinding sel untuk mempertahankan kristal violet pewarna. Dinding sel merupakan target antibiotik penisilin dan turunannya. Penisilin menghambat pembentukan dinding sel dan dapat menghancurkan dinding, terutama di cepat tumbuh dan berkembang biak bakteri. Sekali lagi menggarisbawahi keragaman dalam kelompok ini, tidak semua Eubacteria memiliki dinding sel peptidoglikan. Dinding sel klamidia tidak memiliki peptidoglikan. Kurangnya Mycoplasma setiap dinding sel. Archaeans juga memiliki dinding sel tetapi menggunakan bahan selain peptidoglikan  (Noersitti, 2012).

2.5.5.  DNA
             Beberapa, kromosom linier sering diwakili grafis dalam buku teks biologi yang khusus untuk eukariota. Sebaliknya, baik archaeans dan Eubacteria memiliki kromosom tunggal melingkar dan sebuah urutan DNA jauh lebih pendek daripada yang ditemukan pada eukariota. Semakin pendek urutan DNA mungkin sebagian dapat dijelaskan oleh relatif berkurang kompleksitas sel bakteri tetapi juga hasil dari berkurangnya keberadaan intron – segmen gen yang dikeluarkan selama terjemahan DNA menjadi protein. Genom bakteri ditambah dengan fragmen kecil dari DNA yang dikenal sebagai plasmid, meskipun ini tidak unik untuk bakteri dan juga dapat ditemukan pada eukariota. Plasmid yang direplikasi dalam sel bakteri independen dari kromosom bakteri dan dapat dipertukarkan antara organisme bakteri yang berbeda. Plasmid mungkin memberikan atribut ke sel inang seperti resistensi antibiotic   (Iryanto, 2006).
























BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1.  Waktu dan Tempat
Praktikum dasar-dasar mikrobiologi Akuatik tentang pewarnaan Gram dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Maret 2015 pukul 14.20 WIB sampai dengan selesai, di Ruang Seminar program studi Akuakultur, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2.  Alat, Bahan, dan Metoda
3.2.1.  Alat
            Alat yang digunakan dalam praktikum uji resistensi pada antibiotik yakni sebagai berikut:
No.
Nama Alat
Fungsi
1.
Cawan petri
Tempat media agar dan wadah sampel
2.
Spatula
Untuk mengaduk dan meratakan bakteri
3.
Bunsen
Untuk mensterilisasi
4.
Kertas whattman
Sebagai tempat zona hambat
5.
Gelas Beker
Wadah dari antiseptik cair
6.
Penggaris
Mengukur zona hambat yang ada di cawan petri
7.
Pinset
Untuk menggambil kertas whatman


3.2.2. Bahan
            Bahan yang digunakan dalam praktikum uji resistensi pada antibiotik yakni sebagai berikut:
No.
Nama Bahan
Fungsi
1.
Alkohol
Untuk mensterilkan tangan dan lingkungan
2.
Media agar
Sebagai media tumbuh bagi bakteri
3.
Air comberan
Sebagai sampel percobaan
4.
Amoxilin
Sebagai antiotik pada sampel percobaan
5.
Tetracyclin
Sebagai antiotik pada sampel percobaan
6.
Rifampicin
Sebagai antiotik pada sampel percobaan


3.2.3.  Metoda
          Metoda yang digunakan dalam praktikum uji resistensi pada antibiotik yakni sebagai berikut:
1.      Menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan
2.      Sebelumnya siapkan pula media agar yang telah kering pada cawan petri dan antibiotik yang telah dicairkan di gelas beker
3.      Sterilkan dulu tangan dan lingkungan dengan menggunkan alkohol
4.      Tetesi bakteri yang berasal dari air comberan ke cawan petri yang telah ada media agar dan ratakan dengan spatula dengan melakukannya di depan api bunsen
5.      Ambil kertas whattman dengan menggunakan pinset dan celupkan ke beker gelas yang berisi antibiotik
6.      Kertas tadi letakkan dicawan petri yang berisi bakteri dengan bentik segitika pada 3 buah kertas
7.      Tutup rapat-rapat cawan petri dan tunggu hingga 24 jam
8.      Ukur zona hambat yang terbentuk pada masing-masing antibiotik yang berbeda dengan menggunakan penggaris biasa.














BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil
         Hasil zona hambat yang terbentuk pada masing-masing antibiotik yang digunakan di cawan petri.
No.
Nama Antibiotik
Diameter
1.
Amoxilin
1.      13 ml


2.      10 ml


3.      9 ml

2.
Tetracyclin
1.      23 ml


2.      25 ml


3.      23 ml

3.
Rifampicin
1.      25 ml


2.      20 ml


3.      23 ml


   
4.2. Pembahasan
              Pada praktikum kali ini yang akan dilakukan adalah menguji tingkat resisten bakteri terhada antibiotik. Dalam praktikum ini yang paling utama yang harus dilakukan adalah praktikan harus dalam keadaan steril sebelum melakukan uji resisten karena agar bakteri atau mikroba yang akan di uji tidak terkontaminasi. Sebelum melakukan praktikum terlebih dahulu harus mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakkan seperti media agar yang telah jadi dan siap pakai, 3 jenis antibiotik yang berbeda yang telah dicairkan dengan aquades, dalam praktikum kali ini kita menggunakan antibiotik Amoxili, tetracyclin, dan rifampici, 3 jenis ini digunakan karena harganya yang terjangkau dan mudah didapat.
               Setelah melakukan praktikum yakni meletakkan sampel antibiotik ke cawan yang berisi bakteri dimana telah ada kertas whattman yang berjumlah 3 buah dengan membentuk segitiga yang diharapkan mampu membuat bentuk lingkaran zona hambat bakteri. Setelah diinkubasi selama 24 jam, baru lah tampak lingkaran zona hambat yang terbentuk dari antibiotik dimana pada pola lingkaran yang terbentuk kecil menandakan bahwa bakteri kurang resisten terhadap antibiotik dan sedangkan bila pola lingkaran yang terbentuk besar maka bakteri tidak resisten terhadap anti biotik. Dan pada hasil praktikum ini didapatkan bahwa amoxilin membentuk pola lingkaran paling kecil dari antibioti lainnya (tetracyclin dan rifampicin) yang menandakan bahwa bakteri sudah resisten terhadap antibioti amoxilin.










BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1.      Uji resistensi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kepekaan           bakteri terhadap suatu antibiotic.
2.       Antibiotik merupakan substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, fungi, atau aktinomiset) yang mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh  mikroba lain.
3.      Dari hasil uji resitensi mikroba diketahui bahwa bakteri lebih resisten terhadap antibiotik moxilin karena dapat dilihat dari zona hambat yang terbentuk paling kecil dari antibiotik lainnya.
4.      Resistensi antibiotika ialah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk menahan efek antibiotika.
5.      Terbentuknya zona hambat pada cawan yang ada antibiotiknya karena antibiotic menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma, menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat metabolisme esensial.

5.2. Saran
           Dari praktikum ini alangkah baiknya jika kita juga menguji resisten dari beberapa sumber dan janis bakteri, jadi kita dapat dengan mudah membedakan manakah bakteri yang kebal terhadap antibiotik yang kita gunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar